Jumat, 01 Januari 2010

Skripsi BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA TENTANG KOMPETENSI PROFESIONAL

GURU AGAMA ISLAM HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK

A. KOMPETENSI PROFESIONAL GURU.

1. Pengertian Kompetensi Profesional Guru

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (WJS. Purwadarminta) kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi (competency) yakni kemampuan atau kecakapan.

Istilah kokpetensi sebenarnya memiliki banyak makna sebagaimana yang dikemukakan berikut :

Descriptive of qualitative natur or teacher behavior appears to be entirely meaningful (Broke and Stone, 1975). Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dan perilaku guru yang tampak sangat berarti. Competency is a national performance wich satisfactorily meets the objective for a desired condition. (Charles E. Johnson, 1974).

Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. The state of legally competent or qualified (Mc. Leod, 1989). Keadaan berwewenang atau memenuhi syarat menuntut ketentuan hukum.

Adapun kompetensi guru (teacher competency) the ability of a teacher to responsibibly perform has or her duties appropriately. Kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melakukan kewajiban-kewajiban secara bertanggungjawab dan layak.

Dengan gambaran pengertian tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Selanjutnya beralih pada istilah “profesional” yang berarti a vocation an wich profesional knowledge of some departement a learning science is used in its applications to the of other or in the practice of an art found it.

Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Atas dasar pengertian ini, ternyata pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan lainnya karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya.

Kata “profesional” berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. (Dr. Nana Sudjana, 1988).

Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. (Agus F. Tamyong, 1987).

Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya memperoleh pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau teknik di dalam kegiatan belajar mengajar serta menguasai landasan-landasan kependidikan seperti yang tercantum dalam kompetensi guru yang akan diuraikan berikut.

Selanjutnya dalam melakukan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki seperangkat kemampuan (competency) yang beraneka ragam. Namun sebelum sampai pada pembahasan jenis-jenis kompetensi terlebih dahulu dipaparkan persyaratan profesional.

Jabatan guru termasuk salah satu jenis pekerjaan profesional. Sebagai pekerja profesional, sekurang-kurangnya harus menguasai 4 (empat) kompetensi dengan baik. Empat kompetensi sebagai berikut :

a. Menguasai substansi, yakni materi dan kompetensi berkaitan dengan mata pelajaran yang dibinanya, sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

Penguasaan substansi menjadi bekal bagi guru untuk mengajar dan mendidik dengan tepat, mantap, dan penuh percaya diri. Guru yang tidakmenguasai substansi dengan baik sukar diharapkan dapat mengajar dengan baik. Hal ini mudah dipahami, misalnya bagaimanan guru dapat mengajar shalat dengan baik kepada peserta didiknya, apabila gurunya sendiri tidak pernah shalat dengan baik. Dalam banyak kasus, guru yang tidak menguasai substansi dengan baik sering salah mengajarkan berbagai teori kepada peserta didiknya. Oleh karena itu, penguasaan substansi dengan baik mutlak diperlukan oleh guru, sebagai kunci bagi keberhasilannya dalam melaksanakan tugas profesionalnya.

b. Menguasai metodologi mengajar, yakni metodik khusus untuk mata pelajaran yang dibinanya.

Penguasaan metodologi menjadi bekal bagi guru untuk mentransfer pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), internalisasi nilai-nilai (values) berkaitan mata pelajaran yang dibinanya secara efektif dan efisien. Hal inipun mudah dipahami , misalnya banyak orang yang memiliki keterampilan tertentu, namun sukar melatih keterampilan itu kepada orang lain.

c. Menguasai teknik Evaluasi dengan baik.

Penguasaan teknik evaluasi mutlak diperlukan seorang guru. Dengan penguasaan teknik evaluasi, guru dapat melakukan penilaian dengan benar terhadap proses pembelajaran. Pelaksanaan penilaian yang benar akan mengahsilkan data dan informasi yang akurat tentang tingkat pencapaian hasil belajar serta tentang efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran. Data dan informasi yang akurat dapat menjadi dasar yang akurat dalam pengambilan berbagai macam keputusan kependidikan. Sebaliknya apabila guru tidak menguasai teknik evaluasi dengan benar. Penggunaan evaluasi yang tidak tepat akan menghasilkan data informasi yang menyesatkan. Data dan informasi semacam ini, apabila dijadikan sebagaidasar dalam pengambilan berbagai kebijakan kependidikan akan menghasilkan keputusan – keputusan yang justru melahirkan berbagai permasalahan pendidikan dalam masyarakat.

d. Memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai moral dan kode etik profesi.

Pemahaman nilai-nilai moral serta kode etik profesi menjadi bekal guru untuk menjadi sosok yang patut diteladani. Guru akan dihargai dan dimuliakan oleh peserta didik dan masyarakat lingkungannya. Guru yang dihormati peserta didik mudah dalam melaksanakan tugas pembelajaran. Peserta didik lebih mudah memberi perhatian dan menerima terhadap hal yang diajarkan dan dididiknya. Sebaliknya, guru yang sering melanggar norma-norma moral serta kode etik profesi cenderung mendapat ejekan peserta didik dan masyarakat lingkungannya. Guru semacam ini, tidakmungkin dapat mengajar dengan baik, tidak mungkin dapat menarik perhatian dan tidakmungkin menjadi figur identifikasi bagi peserta didik. Segala yang disampaikannya kepada peserta didik tidak ada bekasnya dalam diri peserta didik, bahkan guru tersebut sering dilecehkan peserta didiknya.

Tidak ada komentar: