Selasa, 12 Januari 2010

makalah filsafat umum

BAB I
PENDAHULUAN

A. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui lebih jauh tentang aliran-aliran filsafat pendidikan
2. Mengambil sikap positif dari setiap pandangan dari tiap aliran

B. Metode Penulisan
Untuk terwujudnya tujuan tertentu maka diperlukan metode yang digunakan. Begitupun dengan penyusunan makalah ini, maka kami menggunakan studi pustaka sebagaimetode yangkami gunakan

C. Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Tujuan Penulisan
B. Metode Penulisan
C. Sisematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Aliran Filsafat Progresivisme
B. Aliran Esensialisme
C. Aliran Perennialisme
D. Aliran Rekonstruksionalisme
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran

BAB II
PEMBAHASAN

A. Aliran Filsafat Progresivisme
Filsafat Pendidikan Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918 di Amerika.
Gerakan Progresif terkenal luas karena reaksinya terhadap formalisme dan sekolah tradisional yang membosankan, yang menekankan disiplin keras, belajar pasif, dan banyak hal kecil yang tidak bermanfaat dalam pendidikan. Lebih jauh gerakan ini dikenal karena imbauannya kepada guru-guru : “Kami mengharapkan perubahan, serta kemajuan yang lebih cepat setelah perang dunia pertama”. Banyak guru yang mendukungnya, sebab gerakan pendidikan progresivisme merupakan semacam kendaraan mutahir untuk digelarkan.
Aliran progesivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain (Ali, 1990: 146). Oleh karena itu, filsafat progesivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter

A.1. Pendapat Aliran Filsafat Progresivisme
Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kebudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progesivisme dalam sebuah realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua tantangan hidup. Dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadiaan manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran ini menyadari dan mempraktikkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Dan dinamakan environmentalisme, Karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu memengaruhi pembinaan kepribadiaan (Muhammad Noor Syam, 1987: 228-229)


A.2. Tokoh-Tokoh Aliran Filsafat Progresivisme
Adapun tokoh-tokoh aliran progresivisme ini, antara lain, adalah :
a. William James
b. John Dewey
c. Hans Vaihinger
d. Ferdinant Schiller
e. Georges Santayana
f. George Axtelle
g. william O. Stanley
h. Ernest Bayley
i. Lawrence B.Thomas
j. Frederick C. Neff

A.3. Pandangan Filsafat Progresivisme
John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialisasi (Suwarno, 1992: 62-63). Maksudnya sebagai proses pertumbuhan anak didik dapat mengambil kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup di sekolah saja. Progresivisme pengikut Dewey berasumsi bahwa :
a. Muatan kurikulum harus diperoleh dari minat-minat siswa bukannya dari disiplin-disiplin akademik
b. Pengajaran diakatakan epektif jika mempertimbangkan anak secara menyeluruh.
c. Pembelajaran pada pokoknya aktif bukannya pasif. Pengajar yang epektif memberi siswa pengalamanpengalaman yang memingkinkan mereka belajar dengan melakukan kegiatan.
d. Tujuan daripada pendidikan adalah mengajar para siswa berfikir secara rsional sehingga mereka menjadi cerdas yang memberi kontribusi kepada masyarakat.
e. Di sekolah, siswa mempelajari nilai-nilai personal dan juga nilai-nilai sosial.
f. Umat manusia ada dalam suatu kedaan yang berubah secara konstan, dan pendidikan memungkinkan masa depan yang lebih baik.
Dengan demikian, sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Karena sekolah adalah bagian dari masyarakat. Dan untuk itu, sekolah harus dapat mengupyakan pelestarian karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana sekolah itu berada. Untuk dapat melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah itu. Untuk itulah, fisafat progesivisme menghendaki sis pendidikan dengan bentuk belajar “sekolah sambil berbuat” atau learning by doing (Zuhairini, 1991: 24).
Dengan kata lain akal dan kecerdasan anak didik harus dikembangkan dengan baik. Perlu diketahui pula bahwa sekolah tidak hanya berfungsi sebagai pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge), melainkan juga berfungsi sebagai pemindahan nilai-nilai (transfer of value), sehingga anak menjadi terampildan berintelektual baik secara fisik maupun psikis. Untuk itulah sekat antara sekolah dengan masyarakat harus dihilangkan.


A.4. Prinsip-Prinsip Pendidikan
Secara umum terdapat beberapa prinsip pendidikan menrut pandangan progreivisme, yaitu :
a) Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup. Kehidupan yang baik adalah kehidupan yang intelegen, yaitu kehidupan yang mencakup interpretasi dan rekonstruksi pengalaman.
b) Pendidikan harus berhubungan langsung dengan minat anak yang dijadikan sebagai motivasi dalam belajar.Sekolah menjadi “child centred” dimana proses belajar berpusat pada anak.
c) Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi presenden terhadap pemberian subjeck matter. Jadi, belajar harus dapat memcahkan masalah.
d) Peran guru tidak langsung melainkan memberi petunjuk kepada siswa.Kebutuhan dan minat anak akan menentukan apa yang mereka pelajari.
e) Sekolah harus memberi semangat kerjasama, bukan mengembangkan persaingan.
f) Kondisi yang demokratis merupakan kondisi yang diperlukan dalam kehidupan.
Kneller (1971)

B. Aliran Esensialisme
Filsafat Pendidikan esensialisme Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.
Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan cirri-cirinya yang berbeda dengan progesivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas (Zuhairini, 1991: 21).

B.1. Esensialisme dan Idealisme
Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada.
Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat hahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut.
Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersehut. Menunut realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa.
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan pada aku. Menurut idealisme, pada tarap permulaan seseorang belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia objektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Menurut Immanuel Kant, segala pengetahuan yang dicapai manusia melalui indera memerlukan unsure apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda-benda, bukan berarti semua itu sudah mempunayi bentuk, ruang, dan ikatan waktu. Bentuk, ruang , dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atu pengamatan. Jadi, apriori yang terarah buikanlah budi pada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah pada budi. Budi membentuk dan mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai substansi spiritual yang membina dan menciptakan diri sendiri (Poedjawijatna, 1983: 120-121).
Roose L. finney, seorang ahli sosiologi dan filosof , menerangkan tentang hakikat social dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan ruhani yang pasif, hal ini berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja yang telah ditentukan dan diatur oleh alam social. Jadi, belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai social angkatan baru yang timbul untuk ditambah, dikurangi dan diteruskan pada angkatan berikutnya.

B.2. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktudan dikenal oleh semua orang. Pengetahuan tersebut bersama dengan skill, sikap, dan nilai-nilai yang memadai akan mewujudkan elemen-elemen pendidikan yang esensial. Tugas siswa adalah menginternalisasikan atau menjadikan milik pribadi elemen-elemen tersebut.
Selain merupakan warisan budaya, tujuan pendidikan esensialisme adalah “mempersiapkan manusia untuk hidup”. Namun, hidup tersebut sangat kompleks dan luas, sehingga kebutuhan-kebutuhan untuk hidup tersebut di uar kewenangan sekolah. Hal ini tidak berarti bahwa sekolah tidak dapat memberikan kontribusi untuk mempersiapkan hidup tersebut. Kontribusi sekolah bagaiman terutama bagaimana merancang sasaran mata pelajaran sedemikian rupa, terutama tujuan pelajaran yang dapat dipertanggungjawabkan yang pada akhirnya memadai untuk mempersiapkan kebutuhan manusia.

B.3. Konsep Pendidikan Gerakan Back To Basic
Gerakan back to basic yang dimulai di pertengahan tahun 1970-an adalah dorongan skala besar yang mutakhir untuk menerapkan program-progra esensialis di sekolah-sekolah. Yang terpenting lainnya yang dikemukakan kaum esensialis, bahwa sekolah-sekolah harus melatih siswa untuk berkomunikasi dengan jelas dan logis. Keterampilan-keterampilan inti dalam kurikulum haruslah berupa membaca, menulis, berbicara, dan berhitung serta sekolah memiliiki tanggungjawab untuk memperhatikan apakah semua siswa menguasai keterampilan-keterampilan tersebut.
Ahli pendidikan esensialis tidak memandang anak sebagai orang yang jahat dan tidak pula memandang anak sebagai orang yang secara alamiah baik. Anak-anak tersebut tidak akan menjadi anggota masyarakat yang berguna kecuali kalau anak secara aktif dan penuh semangat diajarkan nilai disiplin, kerja kera, dan rasa hormat. Kemudian peran guru adalah membentuk para siswa menangani insting-insting alamiah dan nonproduktif mereka di bawah pengawasan sampai pendidikaj mereka selasai.

B.4. Kurikulum
Kurikulum esensialis menekankan pengajaran fakta-fakta, yaitu kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran (subject matter centered). Di sekolah dasar penekanannya pada kemampuan dasar membaca, menulis, dan matematika.

B.5. Peranan Sekolah dan Guru
Peranan sekolah adalah memlihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini, melalui hikmat dan pengalaman terakumulasi dari disiplin tradisional.
Selanjutnya mengenai peranan guru adalah, guru dianggap sebagai seseorang yang menguasai lapangan subjek husus dan merupakan model contoh yang sangat baik untuk digugu dan ditiru. Guru merupakan orang yang menguasai pengetahuan dan kelas berada di bawah pengaruh pengawasan guru.

B.6. Prinsip-Prinsip Pendidikan
Prinsip-prinsip dasar esensialisme dapat kita kemukakan sebagai berikut :
a) Pendidikan harus dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja timbul dari dalam diri siswa.
b) Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru bukan pada siswa. Peranan guru adalah menjembatani antara dunia orang dewasa dengan dunia anak. Guru disiapkan secara husus untuk melakukan tugas di atas, sehingga guru lebih berhak untuk membimbing siswa-siswinya. Kneller (1971:59)
c) Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental. Esensialisme mengakui bahwa metode pemecahan masalah ada faedahnya, namun bukan suatu prosedur yang harus dilakukan dalam setiap proses belajar.
d) Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum merupakan tuntutan demokrasi yang nyata.

C. Aliran Perennialisme
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang (Muhammad Noor Syam, 1986: 154). Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi sseorang untukk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah arsah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan.
Menurut perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami factor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.

C.1. Tujuan Pendidikan
Diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, yang telah banyak memberikan sumbangan kepadaperkembangan zaman dulu.
Tugas utama pendidiakn adalah mempersiapkan anak didik kearah kematangan. Matang dalam arti hidup akalnya. Jadi, akal inilah yang perlu mendapat tuntunan kearah kematangan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung, anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.

C.2. Peranan Sekolah dan Guru
Sekolah, sebagai tempat utama dalam pendidikan, mempersiapkan anak didik ke arah kematangan akal dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan tugas utama guru adalah memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Dengan kata lain, keberhasilan anak dalam bidang akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.


D. Aliran Rekonstruksionisme
. Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.
Kata Rekonstruksionisme bersal dari bahasa Inggris reconstruct, yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam (1985: 340), kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempumyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang benar pula demi generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Di samping itu, aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya teori, tetapi mesti diwujudkan menjadi kenyataan, sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit,, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.

D.1. Teori Pendidikan
Teori pendidikan rekonstruksionalisme yang dikemukakan oleh Brameld (Kneller, 1971) terdiri atas lima tesis, yaitu :
a) Pendidikan harus dilaksanakan disini dan sekarang dalm rangka mencitakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang mndasari kekuatan-kekuatan eknomi sosial masyarakat modern.Sekarang peradaban menghadapi kemungkinan penghancuran diri. Pendidikan harus mensponsori perubahan yang benar dalam nurani manusia. Oleh karena itu, kekuatan teknologi yang sangat hebat harus dimanfaatkan untuk membangun manusia bukan untuk menghancurkannya.
b) Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati, dimana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.
c) Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya sosial. Menurut Brameld, kaum progresif terlalu sangat menekankanbhwa kita semua dikondisikan secara sosial. Perhatian kaum progresif hanya untuk mecari cara dimana individu dapat merealisasiakn dirinya dalam masyarakat. Menurut rekonstruksionalisme, hidup beradab adalh hidup berkeompok, sehingga kelompok akan memainkan peran yang penting di sekolah. Pendidikan merupakan realisasi dari sosial (social self realization). Melalui pendidikan individu tidak hanya mengembangkan aspek-aspek sifat sosialnya melainkan juga belajar bagaimana keterlibatannya dalam perencanaan sosial.
d) Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara bijaksana dengan memperhatikan prosedur yang demokratis.
e) Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan sosial.
f) Kita Harus meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.
Power (1982) menggunakan istilah neoprogresivisme untuk aliran rekontruksionalisme, dan mengemukakan implikasi pendidikannya sebagai berikut :
1) Tema
Pendidikan merupakan usaha sosial. Misi sekolah adalah meningkatkan rekonstruksi sosial
2) Tujuan pendidikan
Pendidikan bertanggungjawab dalam menciptakan aturan sosial yang ideal. Transmisi budaya adalah esensial dalam masyarakat yang majemuk.Transmisi budaya harus mengenal fakta budaya yang majemuk tersebut.
3) Kurikulum
Kurikulum sekolah tidak boleh didominasi oleh budaya yang ditentukan atau disuaki. Semua budaya dan nilai-nilai yang berhubungan berhak untuk mendapatkan tempat dalam kurikulum.



4) Kedudukan siswa
Nilai-niali budaya yang dibawa ke sekolah merupakan hal yang berharga,. Keluhuran pribadi dan tanggungjawab sosial ditingkatkan, manakala rasa hormat diterima semua latar belakang budaya.
5) Peranan guru
Guru harus enunjukan rasa hormat yang sejati terhadap seua budaya, baik dalam memberi pelajaran maupun dalam hal lainnya.


BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Aliran Filsafat Progresivisme
Filsafat Pendidikan Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918 di Amerika.
Aliran Esensialisme
Filsafat Pendidikan esensialisme Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell
Aliran Perennialisme
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang (Muhammad Noor Syam, 1986: 154). Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi sseorang untukk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah arsah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan
Aliran Rekonstruksionisme
Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.
B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kami mengaharap saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.



DAFTAR PUSTAKA

http://education.feedfury.com/content/16333546-filsafat_pendidikan.html
Foto coffee Filsafat Pendidikan

KATA PENGANTAR


Puji serta syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan hidayahnya kepada kita semua, semoaga cahaya iman senantiasa ada dalam diri kita. Amin. Shalawat dan salam kita haturkan kepada baginda agung Rasulullah Muahammad saw. sang pembawa risalah yang haq yang akan membawa kita kepada jalan yang benar meuju kesejahteraan dunia dan akhirat.
Setelah kami berusaha dengan semampunya Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul Filsafat Progresivisme, Essensialisme, Perrenialisme, dan Rekonstruksionalisme dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan..
Namun kami menyadari sebagai manusia yang tak luput dari kekurangan sudah pasti dalam penyusunannya masih jauh dari apa yang diharapkan. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna perbaikan di masa mendatang.
Akhirnya kami haturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini, terutama kepada dosen mata kuliah Psikologi Pendidikan yang telah mencurahkan ilmu kepada kami. Semoga Allah jualah yang membalas budi baik semuanya. Amin…..


Cijulang, Mei 2009


Penyusun

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Tujuan Penulisan 1
B. Metode Penulisan 1
C. Sisematika Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Aliran Filsafat Progresivisme 2
B. Aliran Esensialisme 5
C. Aliran Perennialisme 9
D. Aliran Rekonstruksionalisme 10
BAB III PENUTUP
A. Simpulan 14
B. Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16

Tidak ada komentar: